Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ancaman Perang Dunia 3 Bakal Nyata, RI Bisa Kena 'Hantam'?

 

Kendaraan militer Belarusia berkumpul bersiap untuk mengikuti latihan militer gabungan Belarusia dan Rusia di Belarus, Selasa (25/1/2022). (Vayar Military Agency Agency via AP)


MAJALAHJURNALIS.Com
(Jakarta) - Konflik antara Rusia dan Ukraina yang melibatkan Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO) masih juga belum usai. Meski ada "gencatan senjata" yang akan dibicarakan diinisiasi Prancis dan Jerman, perdamaian belum 100%.

Konflik kedua negara mantan "Uni Soviet" itu membawa militer NATO merapat ke Eropa Timur. Beberapa waktu lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan aktivitas NATO di dekat perbatasan Rusia tidak dapat diabaikan militer Rusia.

"Tindakan ini dan peningkatan aktivitas NATO di dekat perbatasan kami tidak dapat diabaikan oleh militer kami, yang bertanggung jawab atas keamanan negara kami," kata Peskov berbicara pada awal pekan ini, dikutip dari kantor berita TASS.

"Bagaimanapun, ada proses latihan, manuver, dan pengembangan militer yang konstan yang tidak pernah berhenti dan akan terus berlanjut," jelasnya.

Rusia sendiri telah mengirimkan kapal perang Stoiky dan Soobrazitelny ke Laut Baltik. Ini untuk berpartisipasi dalam latihan perang angkatan laut besar-besaran di kawasan itu.

Manuver angkatan laut juga akan fokus pada langkah-langkah oleh Angkatan Laut dan Angkatan Udara untuk melindungi kepentingan nasional Rusia di samudra. Ini juga akan melawan ancaman militer dari arah laut dan samudera ke Rusia.

Persoalan Rusia dan Ukraina kompleks. Bukan hanya melibatkan klaim wilayah, dalam hal ini Krimea yang dicaplok Rusia tahun 2014, tapi juga hegemoni Rusia dan Barat.

Sejak revolusi terjadi di tahun yang sama, yang menyingkirkan pemimpin pro-Rusia di negara itu, Ukraina semakin dekat dengan Barat. Bahkan Ukraina berniat menjadi bagian NATO.

Rusia menentang ini terjadi. Dikhawatirkan akan ada pangkalan militer NATO di dekat Rusia. Dalam pembicaraan damai Putin kerap meminta jaminan AS dan NATO terkait hal tersebut. Namun selalu deadlock, termasuk beberapa waktu lalu.

Terbaru, Kamis (27/1/2022), China pun 'turun gunung'. Bukan dalam arti mendukung serangan militer tapi berkomentar meminta masalah segera disudahi dan tidak berkepanjangan.

China buka suara mengenai eskalasi militer yang terjadi. Negara pimpinan Presiden Xi Jinping itu menyebut bahwa permasalahan ini harus diselesaikan secepatnya.

Dalam sebuah panggilan telepon bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken, Menlu China Wang Yi menekankan masalah keamanan yang melibatkan Rusia merupakan sesuatu yang sangat serius. Ia juga meminta AS agar tidak membesarkan dominasi militernya di sana.

"Menlu Wang mengatakan keamanan regional tidak dapat dijamin dengan memperkuat atau bahkan memperluas blok militer," tulis pernyataan Kemenlu C Konflik ini sendiri menjadi perhatian RI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai kondisi geopolitik tersebut, sebab ada indikasi akan menyeret RI.

"Yang harus kita waspadai baru ini adalah geopolitik karena yang terjadi seperti Rusia dengan Eropa NATO dan Amerika Serikat (AS) di Ukraina," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (27/1/2022) kemarin.

Sri Mulyani mengatakan ketegangan ini memicu ketidakstabilan di pasar global. Sebagaimana diketahui, indeks saham utama Rusia jatuh dan bank sentral menghentikan pembelian mata uang asing setelah mata uang Rubel merosot.

Jika kondisi ini terus terjadi, kata Sri Mulyani, maka bisa mempengaruhi langsung harga komoditas khususnya energi dan RI, sebagai pengimpor bahan bakar minyak (BBM), akan terkena imbas cukup berat dari sisi APBN.

"Itu mempengaruhi dampaknya langsung ke komoditas energi, gas maupun minyak," tambahnya.

Sumber : CNBC Indonesia 

Post a Comment

0 Comments