Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Ketua Hipakad63 Sumut dan Sekertaris Umum Laskar Janur Kuning Angkat Bicara Peringatkan China Terkait Pulau Natuna

 Oleh : Eddy Soesanto, A.md


MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) – Dalam Hukum Laut Internasional di mana Indonesia ikut menandatangani Ratifikasinya yakni Internasional On The Law Of The Sea, Convensi WINA Tahun 1982 menetapkan batas klaim laut yakni;


1.  Batas Laut Territorial 12 mil.
2.  Batas Zee 24 mil dari pulau terluar.
3.  Baras Continental / Benua yakni 200 mil dan
4.  Batas atas dasar Palung Laut.


Karena China sudah mendirikan Pangkalan Militer dekat dengan Natuna maka dengan sendirinya otomatis dapat mengklaim pulau pulau dengan radius 200 mil, termasuk NATUNA, Dan berhak menguasainya.


Artinya gesekan antara China dengan Indonesia hanya tinggal menunggu detik perdetik, ditambah hutang Indonesia maka 2 case itu bisa membawa Republik Indonesia ke Mahkamah Internasional atau jadi dasar Invasi Fisik China.


Atas dasar Hukum Laut Internasional dan Hutang Indonesia maka kapan saja mereka bisa menyerang menginvansi dan menuntut Indonesia ke Mahkamah Internasional.


Kita Rakyat Tentulah Harus Siaga Atas Ancaman China


Wajar China dalam negeri mulai arogan karena mereka tahu bahwa Tiongkok punya Kekuatan Hukum dan Militer untuk memaksa Indonesia mematuhi resolusi mereka.


Maraknya keinginan Konglomerat Tionghoa untuk membangun pemukiman melalui Reklamasi dan kini membangun Pemukiman di wilayah IKN sebagai Pemegang Pembangunan Otoritas maka jelas itu adalah punya nilai positip dan negatif bagi Hankamnas secara Geopolitik dan Geostrategis.



Dan kini juga merebak arogansi Konglomerat Tionghoa dengan menggunakan kekuatan Aparat Satpol PP dan bahkan TNI memporak-porandakan ladang dan pemukiman rakyat dengan dalih berkedok kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan pembangunan padahal tak lain penggusuran itu untuk Bisnis Konglomerat Tionghoa yakni Rumah Mewah yang hanya mampu di miliki Pengusaha Tionghoa dan Elit Pejabat bukan para rakyat kecil seperti buruh, guru-guru atau pegawai rendahan.


Peristiwa di Desa Helvetia, Desa Sampali, Desa Bangun Sari yang mana terjadi penggusuran yang sangat Brutal dan gila-gilaan yang tak lain mengatasnamakan negara padahal tak lain untuk Konglomerat Tionghoa dan setelah menggusur pribumi mereka tetap membangun tanpa IMB, walaupun sudah masuk gugatan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, sungguh luar biasa mereka sudah menjadi tuan rumah bahkan sudah menjadi raja tidak perlu ada imb dan tidak perduli sudah gugatan dipengadilan negeri lubuk pakam.


Gubernur Sumatera Utara, Bupati Deli Serdang ,Pangdam I BB tutup mata dan mengaminkan kebrutalan itu. Pagar tembok yang di bangun oleh Tionghuo di Medan Helvetia.


Bukti rakyat digusur seolah-olah demi negara padahal demi Perusahaan dan Pengusaha Konglomerat Tionghoa. Wartawan yang meliputpun tak luput dari pembantaian aparat PTPN II yang ikut juga Satpol PP Deli Serdang dan TNI.


Perjuangan rakyat untuk memiliki tanah hunian terasa terancam jika huniannya sudah di incar diplot memiliki nilai ekonomis oleh Konglomerat Tionghoa.


Mudah mudahan di tahun 2024 ini kita bisa merubah pola Kepemimpinan Nasional, sudah miris kehidupan saat ini, dari aspek pendidikan, ritual ibadah, hubungan kekerabatan dan bahkan agama pun ikut dileceh-lecehkan.


Sampai kapankah ini jika Idiologi dan Pola pola penguasa memanegemen negara seperti ini..Idiologi rusak, teritorial terancam, hidup kita sangat sangat tidak nyaman.


Nampaknya kita seperti abad 19 dan awal kemerdekaan , nampaknya kita harus bangkit , diam kita makin terpuruk, korupsi, kolusi nasional dan pada asing akan meluluhlantakkan sendi kehidupan kita.


Kita jadi sampah dan pesakitan di tanah tumpah darah kita sendiri. Konglomerat Tionghoa sudah macam tuan rumah dan bahkan raja di tanah leluhur kita, itu realitas sosial naif. (Penulis adalah Ketua Hipakad63 Sumatera Utara dan Sekertaris Umum Laskar Janur Kuning).

Post a Comment

0 Comments