MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)
- Hingga Senin (30/5/2022),
Rusia baru menguasai sepertiga Severodonetsk. Akibatnya, Moskow mengirimkan
lebih banyak senjata berat ke kota yang menjadi benteng terakhir Ukraina di
tepi Provinsi Luhansk. Dalam pesan videonya, Presiden Ukraina Volodymyr
Zelenskyy mengatakan stuasi di Donbass "masih sangat sulit," seiring
langkah Rusia memindahkan "kekuatan tempur maksimal" ke kawasan timur
Ukraina. Analis militer barat meyakini Rusia sedang
berpacu dengan waktu untuk merebut kota Severodonestk. Kota yang berjarak 145
km dari perbatasan Rusia itu bernilai penting, lantaran posisinya yang
strategis di Luhansk. "Kremlin menyadari mereka tidak bisa
membuang waktu lagi dan harus memanfaatkan peluang terakhir untuk memperluas
wilayah pendudukan kelompok separatis, karena kedatangan senjata berat dari
barat akan membuat rencana itu menjadi mustahil," kata analis militer
Ukraina, Oleg Zhdanov. Walikota Severodonestk, Oleksandr Striuk,
mengatakan perang telah "sepenuhnya menghancurkan" kota, dengan
kerusakan infrastruktur mencapai 90 persen. "Angka korban juga bertambah
setiap jam, tapi kami tidak bisa menghitung jumlah korban jiwa karena
pertempuran di jalanan," kata dia. Striuk memperkirakan, sebanyak 1.500 warga sipil
telah tewas di Severodonestk, sementara 12.000 warga masih terjebak di pusat
kota. Pengiriman Senjata Penambahan pasukan Rusia di Severodonesk
merupakan bagian dari upaya militer mengamankan wilayah strategis di sekitar
Sungai Donetsk, kata Zhdanov. Menurutnya, intensitas pertempuran dan penambahan
jumlah serdadu Rusia mengejutkan militer Ukraina yang berharap pada kiriman
senjata dari barat. Pasokan senjata terbaru datang dari Prancis,
seperti yang diungkapkan Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, dalam
pertemuannya dengan Menlu Ukraina, Dmytro Kuleba. Kuleba sendiri mengatakan jenis senjata yang
dikirimkan sejauh ini terbukti "akurat dan efisien," namun menegaskan
pihaknya membutuhkan senjata yang lebih berat untuk menghalau Rusia. Pada Senin (30/5/2022), Presiden AS, Joe Biden,
mengatakan pihaknya tidak berencana mengirimkan peluru kendali berdaya jelajah
tinggi kepada Ukraina. Isu tersebut sempat berhembus di Washington sejak
beberapa hari silam. Hal ini disambut Wakil Kepala Dewan Keamanan
Nasional Rusia, Dmitry Medvedev, yang menganggap sikap Biden sebagai
"keputusan bijak." Karena "jika tidak, jika kota-kota kami
diserang, militer Rusia akan terpaksa menyerang tempat di mana serangan itu
dibuat," kata dia. "Dan sebagian dari mereka tidak berada di ibu kota
Kyiv," imbuhnya. Oleh Partai Republik AS, Biden dituduh
mengorbankan Ukraina karena takut oleh gertakan Rusia. Sementara itu, warga Lithuania secara sukarela
mengumpulkan uang untuk membeli pesawat nirawak Turki, TB2 Drone. Menurut
penggagas program, duit sumbangan berhasil terkumpul hanya dalam waktu tiga
hari. "Mungkin untuk pertama kalinya dalam
sejarah, penduduk sipil di sebuah negara membeli dan menyumbangkan senjata
berat kepada negara lain," kata Andrius Tapinas, pendiri stasiun televisi
Laisves TV yang menggagas inisiatif tersebut. Sumber :
detiknews.com
0 Comments