Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hegemoni Penguasaan Tanah Bukan Saja Merusak Ekonomi Rakyat Tapi Bisa Berubah Jadi Aneksasi Terselubung Yang Mengancam Kelangsungan Hidup Bangsa

Oleh : Eddy Susanto, Amd


Kondisi area tanah yang sengketa antara PTPN II (Klaim HGU 111) dan Warga di Desa Helvetia tetapi dikuasai dan dibangun pagar dan Pondasi oleh pihak ke 3 (CitraLand).


MAJALAHJURNALIS.Com (Deliserdang) - Sulitnya rakyat jangankan untuk memperoleh kesempatan untuk menggunakan, memanfaatkan dan memiliki hak atas tanah di tanah air, tanah leluhurnya dan tanah tumpah darahnya.

Penyebabnya adalah antara lain :

1). Kebijakan dan Keputusan Pemerintah Ri ,cq Menteri Agraria dan Tata Ruang cq Menteri Pertanian dan Kementrian Perumahan Rakyat belum saling mendukung, tidak terintegrasi bahkan inkontradiksi ditambah masih belum peka terhadap nasib kaum miskin diperkotaan dan dipedesaan baik dipesisir laut pantai maupun didaerah pertanian dataran tinggi bahkan dipinggiran kaki gunung/kehutanan yang kini banyak jadi TUNAKISMA (Tak punya Tanah), rakyat kecil dikota kota ngontrak-ngontrak, adapun didesa para petani bukan wirausaha pertanian melainkan buruh tani. 

Bagaimana mau ngatasi Masalah Krisis Perumahan Murah jika tanah di perkotaan dimonopoli oleh Konglomerat, tanah jadi barang langka dan akhirnya sangat mahal tak terjangkau rakyat kecil. Bagaimana mau ngatasi ketahanan pangan jika tanah sudah juga dimonopoli Penguasaannya oleh Konglomerat .

2). Presiden cq Meneg Agraria/Tata Ruang masih belum melindungi tanah-tanah  pemukiman dan pertanian rakyat yang diserobot dengan menggunakan atas nama Negara, atas nama kepentingan penyehatan BUMN, atas nama pembangunan, lalu setelah rakyat di gusur rupanya Tanah di berikan pada pihak ke 3 yang tak lain konglomerat juga (case Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang) rakyat digusur katanya atas izin-izin BUMN, Penyehatan BUMN, Izin lokasi, izin peruntukan, izin atau dukungan macamlah dalilnya, akhirnya rakyatpun digusur.. oalah rakyat koq digiring pada kemiskinan lalu tanah diberikan pada Konglomerat memakai Badan Hukum PT. CIPUTRA.
 
3). Presiden Cq Meneg Agraria/Tata Ruang/BPN diwilayah Propinsi dan Kabupaten serta Jajaran Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota tidak begitu melindungi bahkan cenderung diskriminasi, rakyat yang memperjuangkan pemulihan haknya (reclaiming action) dijalur birokrasi sejak tahun 2000-an sampai ada Keputusan Tim B Plus pun bahkan ada Keputusan DPR RI pun itu TIDAK PERNAH DIGUBRIS, tidak dipulihkan ,bayangkan sejak tahun 2000-an hingga hari ini 2022. Apa tak Seram kali hidup bernegara seperti ini? Lalu kini sampai 20 tahun lebih bukan pemulihan yang di dapat justru digusur karena tak dapat keadilan atas haknya lalu sampai Pengadilan cari keadilan, tapi di PN Lubuk Pakam sudah 20 kali lebih hadir tak PUTUS JUA. Sementara si Konglomerat sudah memagar area dan pasang iklan perumahan dan BUPATI Deli Serdang Azhari Tambunan dan Jajarannya Camat Labuhan Deli slow-slow saja. Rakyat diintimidasi secara Fisik digusur paksa diintimidasi secara administrasi dengan tidak diberikan penguatan administrasi, sementara konglomerat direkom dukungan ratusan hektar dan tak peduli aturan batasan pemberian izin lokasi/izin HGU / Izin IMB,  pokok rekomlah, tak perduli jeritan rakyat, alasannya demi pertumbuhan ekonomi, ntah ekonomi siapa yah itu lah alasannya.


Ini bukti bahwa ada perundingan dengan pihak PTPN II dan PT.Ciputra dengan Pihak Yang bersengketa disalah satu Hotel di Medan membahas lahan yang terletak di Desa Helvetia.



Jadi cerita Program Ketahanan Pangan ,Swasembada Pangan apalagi Ekspor Pangan bukan kita Psimis tapi melihat realitas sosial dan realitas hukum selama Presiden Cq Meneg Agraria/Tata Ruang TIDAK MENERAPKAN  larangan MONOPOLI PENGUASAAN TANAH diperkotaan dipedesaan maka sangat jauh kemungkinan Petani sejahtera ,Kaum miskin kota keluar dari masalah ngontrak ngontrak turun temurun.

Sebagai Anak Melayu Serdang Serumpun melihat kondisi kebijakan Agraria bukan sebatas sangat merugikan ekonomi rakyat bumiputra/pribumi tapi kami mulai merasakan ada monopoli ,hegemoni ,dominasi  yang berujung PENINDASAN secara sistematis pada pribumi atas monopoli ,hegemoni, dominasi penguasaan tanah yang kami amati adalah ada pada WNI TIONGHOA dan atau Naturalisasi dari pulahan hektar, ratusan hektar, ribuan hektar bahkan ratusan ribu hektar, mulai dari perkotaan dipinggir lautan sampai ke gunung bahkan hutan.

Bagi kami sebagai Anak Melayu Serdang Serumpun dan Sebagai bangsa Indonesia mengamati ini bukan sebatas hegemoni ekonomi tapi hegemoni ekonomi dibidang penguasaan tanah yang bisa menjurus pada ANEKSASI, INVASI terselubung karena TANAH adalah bagian bukan saja lahan pertanian tapi adalah bagian TERITORIAL dari ASPEK TRIGATRA DAN PANCA GATRA (ASTRA GATRA) dalam Ketahanan Nasional, Ketahan Kelangsungan Hidup Bangsa dan Negara.


Ini juga bukti papan reklame (iklan terselubung) perumahan milik CitraLand menghiasi pagar yang dikalim PTPN II dengan HGU 111 diperbatasan Kota Brayan Medan, nyatanya bukan dikuasai PTPN II tetapi dikuasai pengembang CitraLand, padahal kasus tanahnya masih disidangkan di PN Lubuk Pakam.

Sungguh ironis efek Larangan Monopoli Penguasaan Tanah Pasal 7, 10, 17 UU Pokok Agraria dikangkangi...Pemerintah Pusat hingga Daerah pasti tahu ketentuan batasan batasan penguasaan tanah, namun Tanah Air Kita saat ini ternyata sulit kita kelola, sulit kita huni, walaupun UU, PP, Permeneg Agraria bahkan Keputusan Tim B Plus memberi ruang hukum atas hak untuk hunian dan pertaniannya tapi tetap dengan berbagai dalih bisa dibegal oleh Konglomerat dengan menggunakan tangan tangan kekuasaan..

Bisa Pula dengan HGU 111 tak sesuai pasal 1868 BW, tak sesuai Peraturan Pelaksana PP 24 tahun 1997, Cacat Administrasi/Aspal tanpa Putusan Pengadilan Mengeksekusi Hunian Warga...?
 
Melembagakan Ketidakadilan tidak mungkin memanusiakan rakyat apalagi menciptakan kesejahteraan.
 
(Penulis adalah Ketua DPW HIPAKAD 63 Sumatera Utara dan juga  Sekretaris Umum Laskar Janur Kuning).

Post a Comment

0 Comments