Oleh : Edi Susanto, Amd
Edi Susanto, Amd |
MAJALAHJURNALIS.Com - Cartel berupaya meletakkan bonekanya dari pusat sampai daerah di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif.
Untuk mulai mengamankan
memuluskan bisnisnya dengan upaya melegalisasi bisnis Cartel-nya dengan
berbagai cara, mulai dari mempengaruhi pembentukan UU, PP, Permen dan Izin-Izin
untuk kepentingan bisnisnya.
Selain itu juga dengan
cara merasuki aparat bersenjata yang gila jabatan, rakus harta. Secara
sistematis terstruktur menggunakan penguasa bonekanya dengan mudah mereka
merampas Kekayaan Negara dan Sumber Daya Alam suatu negara, menghisap memeras
negara selain itu mereka juga tak perduli effec kehancuran dari negara yang di
perasnya bahkan nasib rakyatnya demi meraup keuntungan besar.
Tak heran Credit
Syindicatie mereka menghancurkan rakyat dengan memonopoli tanah,SDA (Sumber
Daya Alam) dan terbentuknya jaringan-jaringan mereka yang melakukan perdagangan
narkoba serta bisnis perjudian.
Cartel Global yang
terkenal pernah ada di Jepang model Yakuza dan pernah ada Cartel di Colombia
Pablo Escobar. Lalu Bagaimana Negeri NKRI? Marakkah Narkoba? Judi, Korupsi dan monopoli
penguasaan alam?
Yach kita hanya melihat
PDHT Sambo karena Pembunuhan atas motif Skandal Asmara. Padahal skandal asmara
Jendral dan elit-elit dan atau orang besar itu hal biasa, sudah lumrah, selain
sudah cukup sejahtera yach biasalah, biasanya bertahun-tahun yang tentunya
sudah jadi desas-desus dan tak membuat pihak
isteri dan suami perang besar, apalagi sampai harus bunuh ajudannya.
Akhirnya kita bertanya,
jadi apa mengapa harus sampai bunuh ajudan? Benarkah hanya mutlak karena
pelecehan?
Tanda Tanya Kita Selanjutnya
Herannya kita setelah
Jenderal Sambo tersudut maka spontan ada penggerebekan Judi dibeberapa wilayah
di Indonesia, khusus di Sumatera Utara. Yach siapapun tahu judinya sudah
bertahun-tahun. Mengapa saat Jenderal Fredy Sambo tersudut baru digerebek. Lucu
juga ya...?
Why mengapa tidak dari
dulu? Emangnya betul baru tahu ada Judi kakap di Sumatera Utara?
Kita tidak melihat, mendengar
bahwa jaringan judi dan narkoba yang diungkap Polri apalagi menangkap
gembongnya.
Yakinkah Negerimu bersih
dari Cartel semacam Pablo Eskobar atau Yakuza ?
Mungkin baru terlihat Samboisme?
Sendirikah Sambo ?
Ada rasa sayang dan
sedih melihat Josua dan Sambo.Brigade Josua anak yang baik, Sambo pada dasarnya
juga Ayah angkat yang baik.
Yach itu kisah Sambo,
membuka tabir bau busuk sinerginya Cartel, Mafioso dari bersinergi aparat di
Kepolisian (Yudikatif) dengan Legislatif dan Eksekutif Sambo harus terjungkal.
Adakah model sinergi antara
Pemodal dengan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang membuat derita rakyat?
Contoh case adalah ‘Penggusuran paksa dari Jajaran BUMN yang dipimpin Erick
Tohir (bagian Sino Tibetan) yakni PTPN II dan Pemkab Deli Serdang Azhari
Tambunan di mana puluhan Satpam dan Satpol PP Pemkab Deli Serdang menggusur
paksa pribumi atas dasar klaim HGU 111 yang Cacat Administrasi/Aspal (tak
sesuai pasal 1868 BW Yo Peraturan Pelaksana PP nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah)
Dan dasar Rekom Izin
Lokasi/Izin Peruntukan ( pada PT.Ciputra) menabrak Ketentuan tentang izin
lokasi Permeneg Agraria nomor 17 tahun 2019 yang melebihi 400 hektar.
Lalu pihak Perizinan
Penanaman Modal Terpadu Satu Atap Pemkab Deli Serdang putar setir menerbitkan PBG (bukan pada
PT.Ciputra tapi pada perorangan), padahal nyata tanah bersengketa di Pengadilan
Negeri Lubuk Pakam.
Lokasi pembanguna perumahan mewah milik Ciputra / CitraLand di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli.
Lalu upaya hukum rakyat
yang mencari keadilan pada Hakim (Pihak Yudikatif) puluhan kali tapi tak ada
keputusan sementara Rekom awalnya pada PT. CIPUTRA namun Izin PBG dibuat atas
nama perorangan, DPRD Sumatera Utara dan DPRD Deli Serdang (pihak Legislatif)
serta Gubernur Sumatera Utara bungkam. Pribumi yang complin di tangkapi Jajaran
polisi dari Polda Sumatera Utara.
Sempurna sinergi antara
konglomerat dengan pihak Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif tak perduli rakyat
dirugikan dan UU Pokok Agraria pasal 7, 10, 17 yo PP yo PERMENEG AGRARIA No 17 tahun
2019 tentang izin lokasi dan Keputusan Muspida/ Tim B Plus 2001-2003 yang
konstruksinya melindungi, memberi ruang hukum hak atas tanah bagi rakyat yang
telah menghuni puluhan tahun dan Hak Anak Melayu serta Eks Karyawan di
kangkangi bahkan di begal tanpa Tedeng Aling-Aling.
Ya itu contoh di depan
mata di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Sumatera
Utara.
Kita Kembali Ke Cerita Sambo Ya....
Jadi benarkah pembunuhan
Brigade Josua motifnya Pelecehan? Kalau benar yach seram lihatnya.
Godaan harta dan tahta
membuat manusia lupa bahwa mereka Abdi Bangsa,
Betulkah Tuntutan Setoran Atas Jabatan dan Tahta Tidak Ada? Mungkinkah Jabatan
itu di ambil Tanpa Upeti dan atau setoran? Jika ada setoran maka Jenderal Fredy
Sambo adalah contoh korban Obsesi diri dan Elit-Elit Negeri, demi untuk
ngamankan kenyamanan kursinya dan kursi elit-elit yang mengasuhnya.
Kasihan..
Marwah Polri tercoreng dikepemimpinan
Presiden Jokowi. Satgassus yang di bentuk Mantan Kapolri Tito menghasilkan
Superior Polri khususnya Jenderal Sambo. Nasib tragis yang di alami Brigade
Josua menjadikan kita sangat sulit sekali mempercayai Polri itu Abdi Negara yang
pasti setia akan Sumpah Saptamarganya.
Apalagi setelah Jenderal
Sambo tersudut lalu ada penggrebekan judi. Tapi herannya tak satupun Gembong
Judi yang ditangkap, Kematian Brigade Yosua hanya berhenti di motif pelecehan.
Yach Cartel, Mafioso duduk
ngopi terbang ntah dimana ,sementara rakyat korban tanahnya di bangun
konlomerat di tempat lain juga Josua Tewas dan Sambo harus memikul beban.
Yach itulah nasib
peluncur yang hilang kendali. Kita cinta Polri, kita sayang Polri , sebenarnya
Polri milik rakyat Indonesia, Polri milik NKRI, bukan milik Presiden, bukan
milik Partai, bukan milik DPR, bukan milik KPU, apalagi milik Konglomerat
Hitam.
Polri Jelas bukan milik Konglomerat
Hitam atau Cartel
Polri benteng negeri ini
kehancuran Jenderal Sambo adalah Kerugian Negeri ini. Artinya Jenderal sebagai
benteng negeri terbukti Rapuh Patriotismenya,Rapuh Nasionalismenya, Rapuh cinta
tanah air dan pada rakyatnya ,rapuh menjaga supremacy hukum, rapuh menjaga
Konsensus hidup berbangsa dan bernegara yakni Pancasila.
Ya... akhirnya ya moral
Polri berslemak di zaman Presiden Jokowi sebagai sebagai Ayah anak negri.
Mudah-mudahan ada
Restrukturisasi lembaga Polri agar tidak arogansi pada sesama Polri dan antar
lembaga negara apalagi pada rakyat, yach perlu kajian agar Polri tidak mudah di
intervensi jadi alat Politik Penguasa ,yang membuat penguasa mudah
sewenang-wenang dan cuci tangan ketika tindakan Polri merugikan rakyat, perlu
dipikirkan agar Polri diletakkan dibawah Kementrian.
Apakah dibawah
Kemenkumham, Kemenhankam atau dibawah control TNI. Sangat kita sesalkan jika
Polri rusak hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan atau segelintir elit,
rusak hanya kepentingan sesaat segelintir elit bukan milik Penguasa yang sifatnya
temporer tapi milik NKRI.
Jadi wajiblah kita
dorong elit-elit cepat mereposisi Tupoksi dan Strukturnya agar bisa menjadikan
Indonesia betul-betul Negara Hukum (rechstaat) dan bukan Negara Kekuasaan (maachstaat).
Jika tidak Indonesia bisa jadi Negara budak Cartel Global dan Polri bisa jadi Monster
Gengster milik Cartel Global.
Cartel itu bukan sebatas
narkoba dan judi tapi monopoli penguasaan tanah berskala ratusan ribu hektar
juga sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan ekonomi dan Sishankamnas
serta kelangsungan NKRI.
Bupati Deli Serdang Azhari Tambunan harus cabut izin PBG (Persetujuan Bangunan
Gedung) dan hentikan pembangunan Real Estate oleh PT.Ciputra / Taufik Hidayat
di Desa Helvetia KecamatanLabuhan Deli karena status tanah masih sengketa di
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. (Penulis adalah Sekretaris Umum Laskar Janur
Kuning Era 24)
Why mengapa tidak dari dulu? Emangnya betul baru tahu ada Judi kakap di Sumatera Utara?
Kita tidak melihat, mendengar bahwa jaringan judi dan narkoba yang diungkap Polri apalagi menangkap gembongnya.
Yakinkah Negerimu bersih dari Cartel semacam Pablo Eskobar atau Yakuza ?
Mungkin baru terlihat Samboisme? Sendirikah Sambo ?
Ada rasa sayang dan sedih melihat Josua dan Sambo.Brigade Josua anak yang baik, Sambo pada dasarnya juga Ayah angkat yang baik.
Yach itu kisah Sambo, membuka tabir bau busuk sinerginya Cartel, Mafioso dari bersinergi aparat di Kepolisian (Yudikatif) dengan Legislatif dan Eksekutif Sambo harus terjungkal.
Adakah model sinergi antara Pemodal dengan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang membuat derita rakyat? Contoh case adalah ‘Penggusuran paksa dari Jajaran BUMN yang dipimpin Erick Tohir (bagian Sino Tibetan) yakni PTPN II dan Pemkab Deli Serdang Azhari Tambunan di mana puluhan Satpam dan Satpol PP Pemkab Deli Serdang menggusur paksa pribumi atas dasar klaim HGU 111 yang Cacat Administrasi/Aspal (tak sesuai pasal 1868 BW Yo Peraturan Pelaksana PP nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah)
Dan dasar Rekom Izin Lokasi/Izin Peruntukan ( pada PT.Ciputra) menabrak Ketentuan tentang izin lokasi Permeneg Agraria nomor 17 tahun 2019 yang melebihi 400 hektar.
Lalu pihak Perizinan Penanaman Modal Terpadu Satu Atap Pemkab Deli Serdang putar setir menerbitkan PBG (bukan pada PT.Ciputra tapi pada perorangan), padahal nyata tanah bersengketa di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Lokasi pembanguna perumahan mewah milik Ciputra / CitraLand di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli. |
Sempurna sinergi antara konglomerat dengan pihak Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif tak perduli rakyat dirugikan dan UU Pokok Agraria pasal 7, 10, 17 yo PP yo PERMENEG AGRARIA No 17 tahun 2019 tentang izin lokasi dan Keputusan Muspida/ Tim B Plus 2001-2003 yang konstruksinya melindungi, memberi ruang hukum hak atas tanah bagi rakyat yang telah menghuni puluhan tahun dan Hak Anak Melayu serta Eks Karyawan di kangkangi bahkan di begal tanpa Tedeng Aling-Aling.
Ya itu contoh di depan mata di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Godaan harta dan tahta membuat manusia lupa bahwa mereka Abdi Bangsa,
Betulkah Tuntutan Setoran Atas Jabatan dan Tahta Tidak Ada? Mungkinkah Jabatan itu di ambil Tanpa Upeti dan atau setoran? Jika ada setoran maka Jenderal Fredy Sambo adalah contoh korban Obsesi diri dan Elit-Elit Negeri, demi untuk ngamankan kenyamanan kursinya dan kursi elit-elit yang mengasuhnya.
Apalagi setelah Jenderal Sambo tersudut lalu ada penggrebekan judi. Tapi herannya tak satupun Gembong Judi yang ditangkap, Kematian Brigade Yosua hanya berhenti di motif pelecehan.
Yach Cartel, Mafioso duduk ngopi terbang ntah dimana ,sementara rakyat korban tanahnya di bangun konlomerat di tempat lain juga Josua Tewas dan Sambo harus memikul beban.
Yach itulah nasib peluncur yang hilang kendali. Kita cinta Polri, kita sayang Polri , sebenarnya Polri milik rakyat Indonesia, Polri milik NKRI, bukan milik Presiden, bukan milik Partai, bukan milik DPR, bukan milik KPU, apalagi milik Konglomerat Hitam.
Ya... akhirnya ya moral Polri berslemak di zaman Presiden Jokowi sebagai sebagai Ayah anak negri.
Mudah-mudahan ada Restrukturisasi lembaga Polri agar tidak arogansi pada sesama Polri dan antar lembaga negara apalagi pada rakyat, yach perlu kajian agar Polri tidak mudah di intervensi jadi alat Politik Penguasa ,yang membuat penguasa mudah sewenang-wenang dan cuci tangan ketika tindakan Polri merugikan rakyat, perlu dipikirkan agar Polri diletakkan dibawah Kementrian.
Apakah dibawah Kemenkumham, Kemenhankam atau dibawah control TNI. Sangat kita sesalkan jika Polri rusak hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan atau segelintir elit, rusak hanya kepentingan sesaat segelintir elit bukan milik Penguasa yang sifatnya temporer tapi milik NKRI.
Jadi wajiblah kita dorong elit-elit cepat mereposisi Tupoksi dan Strukturnya agar bisa menjadikan Indonesia betul-betul Negara Hukum (rechstaat) dan bukan Negara Kekuasaan (maachstaat).
Cartel itu bukan sebatas narkoba dan judi tapi monopoli penguasaan tanah berskala ratusan ribu hektar juga sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan ekonomi dan Sishankamnas serta kelangsungan NKRI.
0 Comments