Ilustrasi anak sakit. ©Shutterstock.com/ Dmitry Naumov
MAJALAHJURNALIS.Com
- Cuaca ekstrem yang muncul beberapa
waktu belakangan ini bisa menimbulkan dampak kesehatan. Hal ini terutama bisa
dialami oleh anak-anak akibat perubahan suhu yang tak menentu.
Salah satu
permasalahan yang rentan dialami oleh anak adalah perubahan suhu tubuh. Dampak
yang dialami oleh anak ini bisa berbahaya dan bahkan berujung pada kematian.
Metode
sederhana berupa aktivitas kontak antar-kulit atau dikenal dengan sebutan
effect of kangaroo dipercaya efektif untuk mengatasi gejala hipotermia atau
penurunan suhu tubuh secara drastis pada anak-anak yang bisa disebabkan oleh
paparan cuaca ekstrem akibat perubahan iklim.
"Seperti
halnya anak kanguru yang menempel pada tubuh sang induk, metode ini bisa
meningkatkan suhu tubuh dan menurunkan risiko hipotermia sehingga anak-anak
terhindar dari kematian," ungkap Ketua Satuan Tugas Bencana Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI), dr. Kurniawan Taufiq Kadafi, M. Biomed., Sp.A(K),
beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
Dalam
diskusi mengenai perubahan iklim dan dampaknya terhadap kesehatan anak-anak,
Taufiq menjelaskan bahwa suhu bumi dan kejadian cuaca ekstrem menjadi
permasalahan yang mengakibatkan anak-anak rentan terhadap dampak langsung
perubahan iklim.
Suhu bumi
yang ekstrem tersebut mencakup suhu panas dan dingin, sedangkan kejadian cuaca
ekstrem meliputi kekeringan, kebakaran hutan, badai dan banjir, serta
presipitasi atau proses jatuhnya segala materi yang dicurahkan dari atmosfer ke
permukaan bumi dalam bentuk hujan.
"Anak-anak
menghirup lebih banyak udara dan bahan berbahaya yang terkandung di dalamnya.
Ini sangat berbahaya kalau terjadi kebakaran hutan. Mereka juga banyak bermain
di luar rumah, sehingga bila terjadi cuaca ekstrem maka risikonya mudah
dehidrasi atau bisa kematian kalau terlalu panas atau dingin," imbuhnya.
Dari aspek
anatomi, tumbuh kembang, fisiologis dan psikologis, lanjut Taufiq, anak-anak
tidak cukup cakap untuk menghindari kondisi kegawatdaruratan akibat cuaca
ekstrem. Dampaknya semisal saat banjir bandang, kata Taufiq, maka anak-anak
lebih sulit menyelamatkan diri ketimbang orang dewasa.
Selain itu,
anak-anak juga memiliki risiko dehidrasi besar sehingga ketika ada banjir dan
wabah diare maka mereka rentan menjadi korban dan mesti dilarikan ke rumah
sakit. Sementara dari sisi psikologis juga terdapat ancaman bagi anak-anak
terkait aktivitas perubahan iklim.
"Secara
psikologis, terkadang anak-anak ingin tahu terhadap hal yang menantang. Maka
ketika hujan lebat, mereka akan banyak bermain di situ sehingga bisa terseret
oleh arus air hujan yang sangat ekstrem," tegasnya.
Dalam
kesempatan tersebut, Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI Piprim Basarah Yanuarso
menambahkan bahwa secara global bumi memang mengalami banyak perubahan, semisal
tempat yang tadinya gersang kini menjadi hijau, atau tempat yang panas berubah
menjadi dingin.
Aneka
perubahan iklim dengan berbagai macam dampaknya itu bisa berpengaruh terhadap
kelompok rentan di antaranya anak-anak, khususnya balita. Meski rentan, balita
lebih banyak beraktivitas di dalam rumah.
"Sedangkan
anak-anak usia di atas itu lebih banyak beraktivitas di luar rumah karena itu
kalau ada perubahan cuaca mereka bisa terpapar. Pada prinsipnya anak-anak
adalah kelompok rentan yang harus dilindungi. Jangan sampai perubahan ini
menghalangi perkembangan dan pertumbuhan mereka," tandasnya.
Sumber :
Merdeka.com
0 Comments