Sidang
tuntutan Kepala Cabang Bank Sumut Stabat. (Foto: Raja Malo Sinaga/detikSumut)
MAJALAHJURNALIS.Com
(Medan)
- Mantan Kepala Cabang Bank Sumut Stabat,
Isben Hutajulu, dituntut 2,5 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Dia
didakwa dalam kasus korupsi pencairan kredit satuan pendidikan kerja sama tahun
2016.
Jaksa penuntut umum (JPU), Riski Pradana menilai perbuatan
yang dilakukan oleh terdakwa telah melanggar Pasal 3 ayat (1) jo pasal 18
Undang-undang No. 31 tahun 1999 yang diubah dengan Undang-undang No. 20 tahun
2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Atas perbuatan terdakwa jaksa Rizki menuntut majelis hakim
menghukum terdakwa dengan kurungan penjara 2,5 tahun. Selain itu terdakwa juga
dituntut membayar denda Rp 100 juta dengan subsider 3 bulan penjara.
"Meminta kepada majelis hakim yang mengadili dan
menangani perkara ini agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana
penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada di dalam
tahanan," kata Jaksa Riski Pradana, Senin (26/6/2023).
"Sementara didenda sebesar Rp 100 juta. Subsider 3
bulan. Dengan perintah terdakwa tetap ditahan." sambungnya.
Adapun dugaan kasus tipikor ini bermula saat diadakannya
pelelangan umum untuk memilih penyedia barang dan jasa paket pekerjaan belanja
modal pengadaan konstruksi gedung gudang lumbung pangan dan konstruksi lantai
jemur pada Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara TA. 2016 dengan nilai
anggaran sebesar Rp 2,6 miliar. Dalam proses lelang itu, PT. Pollung Karya
Abadi terpilih sebagai pemenang.
Namun H. Suherdi yang disebut selaku Direktur PT. Pollung
Karya Abadi yang bertanggungjawab penuh dalam melakukan perbuatan hukum pada
PT. Pollung Karya Abadi bukanlah pemilik sebenarnya. Diketahui bahwa H. Suherdi
sebenarnya hanya meminjam perusahaan PT. Pollung Karya Abadi dari Ir. Henri
Lumbangaol selaku pemilik dan Direktur Utama PT. Pollung Karya Abadi.
Meski demikian, proses pelelangan tetap berlanjut. Hingga
pada 7 Oktober 2017 Suherdi mengurus rekening perusahaan atas kemenangan lelang
tersebut di Bank Sumut Cabang Pembantu Kantor Gubernur Sumatera Utara dan
meminta untuk peminjaman modal awal lantaran Suherdi tak memiliki modal untuk
memulai proyek. Namun lantaran tak ada kontrak kerja yang jelas, permintaan
peminjaman modal itu dibatalkan.
Kemudian Suherdi membuat surat permohonan tetapi karena tidak
sesuai persyaratan, permohonan itu kembali ditolak. Sehingga Suherdi meminta
Fakhrizal membuat permohonan Kredit SPK.
Dalam pembuatan surat, Fakhrizal lebih dulu meminta izin
Isben Hutajulu selaku Pemimpin PT.Bank Sumut Cabang Stabat berdasarkan Surat
Keputusan Direksi PT. Bank Sumut Nomor: 051/Dir/DSDM-PSDM/SK/2016 tanggal 29
Februari 2016 tentang Mutasi.
Alhasil proses persetujuan kredit dapat dilakukan walaupun
tanpa adanya dokumen kontrak sebagai syarat utama dalam pengajuan Kredit SPK
pada Bank Sumut.
Lalu pada tanggal 19 Oktober 2016 Suherdi kembali datang ke
PT.Bank Sumut Cabang Stabat untuk memasukkan surat permohonan Kredit Surat
Perintah Kerja (SPK) kepada Pimpinan Bank Sumut Cabang Stabat dengan nilai
plafon kredit sebesar Rp 1,5 miliar yang bertujuan untuk membiayai pelaksanaan
paket pekerjaan belanja modal pengadaan konstruksi gedung gudang lumbung pangan
dan konstruksi lantai jemur pada Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara
TA. 2016 dan membawa dokumen pendukung lainnya.
Kemudian siasat tindak korupsi itu diteruskan kepada Ir.
Suyono selaku Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Utara. Namun
dalam kasus proyek ini ternyata Suyono tidak berhak untuk menandatangani
dokumen-dokumen tersebut karena dirinya bukanlah merupakan orang yang ditunjuk
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Diketahui Ir. Suyono nekat menandatangani berkas itu karena
sebelumnya Suherdi pernah membantu Ir. Suyono untuk melakukan pembelian gabah
sebesar Rp 30 juta.
Sumber : detiksumut
0 Comments