MAJALAHJURNALIS.Com - Pemilihan Umum (Pemilu) digelar di Indonesia 5 tahun
sekali, setelah Reformasi bergulir Pemilu di Indonesia memiliki kategori yakni
ada Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Semua sepakat didalam
Pemilu ini disebut dengan pesta rakyat, sebab rakyatlah yang menentukan
wakil-wakilnya di Gedung Dewan yang lebih kita kenal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
begitu juga dengan Pilkada yang memilih Gubernur dan Bupati serta Walikota
seperangkat dengan Wakilnya. Hal yang sama juga rakyat memilih Presiden dan
Wakil Presiden. Untuk memilih masing-masing
calon yang dijagokan rakyat harus datang ke TPS seperti pada tanggal 14
Februari 2024 nanti. Dibilik tersebutlah para pemilih menentukan pilihan
hatinya kepada masing-masing kandidat yang nantinya mewakilinya di gedung
rakyat maupun menjadi Kepala Daerah dan Presiden sesuai aspirasinya. Sebelum menentukan
pilihan di TPS (Tempat Pemugutan Suara), masing-masing kandidat dari kategori
Pileg, Pilkada dan Pilpres, terlebihdahulu melewati masa kampaye yaitu
menyampaikan Visi dan Misi serta program kerja untuk 5 tahun mendatang. Didalam masa kampaye,
disinilah para masing-masing kandidat berusaha mengambil simpati dan hati para
pemilih, sehingga terkadang banyak janji-janji manis terucap, bahkan
sampai-sampai ada yang melakukan Money Politik guna menghalalkan segala cara
untuk mengambil simpati dan hati rakyat dan memilihnya kelak. Penulis simpulkan dari
berbagai sumber para caleg dan para peserta Pilkada maupun Pilpres menjadi kontestan
dalam ajang pesta rakyat untuk 5 tahun sekali, bahwa Visi dan Misi serta
Program Kerja jika terpilih, kebanyakan selalu memberikan angin segar kepada
Rakyat Kecil maupun Rakyat Pinggiran dan juga untuk Rakyat Perkotaan dengan
berbagai macam produk unggulan yang katanya untuk mendongkrak Kemiskinan dan
membuka lapangan pekerjaan serta menata negara lebih baik kedepannya. Janji itu selalu
diucapkan para kontestan setiap 5 tahun sekali, nyatanya sejak Pemilu pertama
kali digelar di Indonesia pada tanggal 29 September 1955 sampai pada zaman reformasi
lengsernya Soeharto Presiden Republik Indonesia yang kedua pada tanggal 21 Mei
1998 dan Pemilu pertama kali sejak runtuhnya ORDE BARU tahun 1999 pasca
reformasi sampai pada Pemilu 2024. Selalu yang
digembar-gemborkan adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat kecil atau
rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Lalu menjadi pertanyaan
penulis, mengapa hal itu selalu menjadi objek dalam mengambil hati rakyat?
Jawab penulis sangat sederhana, hanya masalah itu ke itulah yang selalu menjadi
problem didalam kehidupan berbangsa di negara kita dan yang sangat indah untuk
diangkat kepermukaan. Nyatanya, setelah
terpilih, nyayian sedih dan pilu yang mendapat simpati dari masyarakat pemilih
guna mengentaskan kemiskinan. Tinggallah sebuah cerita atau sudah menjadi
dongeng didalam kehidupan masa lalunya, sebab kebanyakan janji hanya tinggal
janji ibarat lagu Koes Endang. Gaji buruh nyatanya
dibawah rata-rata kehidupan manusia yang layak disebut manusia, lapangan
pekerjaan hanya tinggal janji, Program gratis yang dikucurkan pemerintah,
nyatanya hanya dinikmati segelintir orang saja yang dekat dengan pajabat
dilingkungan maupun ditingkat atas. Pemerataan pembangunan
agar tak terkesan kumuh dan menjadi daerah tertinggal, nyatanya rakyat yang
memiliki hanya setapak rumah harus tergusur dengan ganti rugi yang memiskinkan.
Pilih kasihnya penerima bantuan kepada rakyat miskin serta program pembangunan
yang tidak merata walaupun sudah ada ADD (Alokasi Dana Desa) yang nyatanya
banyak disalahgunakan hal itu terkuak didalam pemberitaan dimedia-media. Lalu
dimana Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia? Tentunya jawabnya ada
pada tulisan didalam Falsafah Bangsa Indonesia, bukan kepada rakyat Indonesia
yang nyata. Istilahnya kebanyakan
para caleg-caleg berbagi-bagi bingkisan berupa sembako dan uang transport, akan
tetapi itu hanya siasat untuk mengikat para pemilih. Lalu dimana peran BAWASLU?
Selaku Badan Pengawas Pemilu yang Independen? Cukup kita hanya mengeluskan dada
saja, sebab sepertinya kita berada didunia hayalan. Incaran-incaran para
kontestan Pemilu adalah orang-orang kecil, sebab katanya orang kecil itu tidak
rumit untuk diajak berdiskusi. Pahami keadaannya, lalu mereka kepengen ada
perubahan. Dan itulah celah kelemahannya. Lalu untuk kemajuan negeri terutama
taraf hidup masyarakat luas, Bagaimana? Yach...mungkin saja perubahan atau
untuk kemajuan itu, hanya untuk orang yang dipilih tetapi belum tentu untuk
rakyat kecil yang penuh harapan adanya perubahan yang sebenarnya mengacu Sila
Kelima didalam butir Pancasila. Walaupun begitu, rakyat
tak pernah putus asa dan dendam kepada wakilnya digedung dewan yang hanya umbar
janji saja. Rakyat tetap berjuang dan ingin selalu diperhatikan tanpa adanya
perbedaan. (Penulis adalah Sekretaris Umum
DPW PPMI Sumut).
0 Comments