Ilustrasi.
Penyerapan tenaga kerja: suasana di sebuah perusahaan di jakarta, jumat
(12/01/2024). Gelombang phk terus bergulir, sektor ketenagakerjaan indonesia
tidak baik-baik saja.
MAJALAHJURNALIS.Com
(Jakarta) - Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) masih terus bergulir, bahkan diisukan masih ada perusahaan yang
mengajukan PHK ke Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Ketua Umum
Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII), Saepul Tavip, mengatakan PHK
yang terjadi di beberapa industri belakangan ini sangat memprihatinkan.
Menurutnya, ini diperparah dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai tak
melindungi kaum buruh.
Dia bilang,
adanya perusahaan yang tengah mengajukan PHK ke Kemenaker menandakan sektor
ketenagakerjaan di Indonesia sangat tidak baik-baik saja.
“Faktor
utamanya juga karena hubungan kerja saat ini sifatnya sangat flexible alias
easy hiring, easy firing. Seperti hubungan kerja yang bersifat kontrak,
outsourcing, magang, kemitraan, dan lain-lain,” ujarnya kepada KONTAN, Rabu
(22/5/2024).
Saepul
mengungkapkan, sektor yang rentan mengalami PHK adalah industri padat karya di
antaranya garmen, alas kaki dan sebagainya. Menurutnya, sebagian industri ini
juga telah direlokasi ke daerah-daerah yang upah minimumnya rendah seperti di
Jawa Tengah.
“Yang pada
tutup itu pabrik-pabrik di Jawa Barat karena upah minimumnya tinggi,”
ungkapnya.
Selain itu,
kata Saepul, kondisi global juga berpengaruh terhadap terjadinya PHK di dalam
negeri. Sebab, pesanan barang dari luar negeri saat ini banyak masuk ke negara
tetangga yang dinilai ramah investasi asing.
“Order dari
luar negeri banyak masuk ke Vietnam, Bangladesh dan Kamboja yang sangat
memanjakan investasi asing,” imbuhnya.
Menurut Saepul,
pemerintah perlu lebih proaktif mengundang investor luar negeri untuk membuka
lapangan kerja baru. Namun, keahlian pekerja juga perlu ditingkatkan lewat
program besutan pemerintah.
“Skill
pekerja juga harus ditingkatkan melalui pendidikan vokasi yang mampu menjawab
kebutuhan industri yang semakin padat modal dewasa ini,” tandasnya.
Pengamat
Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada, Tadjudin Nur Effendi, menilai PHK
menunjukkan kondisi Indonesia relatif kurang baik. Menurutnya, sektor industri
belum mengalami perubahan yang siginifikan sejak pandemi.
“Perubahan
ekonomi di Eropa dan Amerika menyebabkan penurunan permintaan barang dari
Indonesia terutama sektor seperti garmen, kerajinan mebel itu mengalami
penurunan, itu belum bisa diatasi sampai sekarang,” katanya kepada KONTAN.
Tadjudin
menyebutkan, PHK rentan terjadi pada sektor manufaktur yang berkaitan dengan
padat karya seperti sepatu, mebel, pakaian, garmen, kerajinan.
Bukan tanpa
alasan, kata dia, pasar luar negeri mengalami stagnansi akibat perang, otomatis
mengganggu perekonomian negara tersebut yang merupakan negara tujuan hasil
industri manufaktur Indonesia.
“Bukan hanya
masalah dari luar, ada juga masalah dari dalam negeri, investor lambat masuk ke
Indonesia karena surat izin yang berbelit, ini juga menciptakan peluang kerja
kita tidak mengalami perkembangan yang signifikan,” ungkapnya.
Tadjudin
menuturkan, berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus
2023, persentase pekerja informal mencapai kurang lebih 60%, sementara sisanya
adalah sektor formal.
“Itu
mengindikasikan tidak ada perubahan di sektor formal, karena memang performance
atau kinerja industri kita mengalami penurunan,” tuturnya.
Dia
menuturkan, bukan hanya diindustri atau sektor formal saja, sektor informal
saat ini ada alternatif baru seperti ojek online, konten kreator, bisnis online
dan lain sebagainya.
“Jadi tidak
di sektor formal mereka atau sektor industri, tapi sektor (informal) itu dapat
menunjang menciptakan lapangan kerja. Kalau kita mengharapkan sektor formal
seperti yang lalu-lalu agak lambat sekarang,” pungkasnya.
Sumber : Kontan.co.id
0 Comments