MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta) -Aksi Aliansi Tolak
WHO Pandemi Threaty bersama dengan aksi insan pers yang ada di Ibu Kota
Jakarta, masing-masing kompak memblokir kedua pintu masuk gedung DPR RI, Jl.
Gatot Subroto, Jakarta, Senin (27/5/2024). Inti dari kedua
kelompok menolak pemberlakuan UU Omnibus Law khususnya mengenai rencana
pemerintah memberlakukan kesepakatan bersama WHO (World Healt Organization)
tentang Kesehatan serta rencana pemerintah Indonesia merevisi UU Penyiaran yang
dianggap akan membelenggu dan membatasikebebasan
pers di Indonesia. Aspirasi Emak-emak
Indonesia yang dikomando Wati Imhar Burhanudin ikut mendukung kedua aksi
Aliansi Tolak WHO ini bersama insan pers yang merasa terancam kebebasannya dari
rencana pemerintah melakukan revisi tentang tata aturan penyiaran, utamanya
terhadap investigasi reporting yang terkesan membuat gerah pemerintah. Dan masalah
investigasi yang menandai warak jurnalistik unggulan(pemberitaan) upaya untuk melukiskanpendalaman dari cara untuk menghasilkan
pemberitaan yang akurat, komprehensifsehingga berita yang dihasilkan sebagai produk jurnalistikdalam menghujam dengan data dan fakta valid
yang telahdikonfirmasi. Jadi hasrat untuk
membatasi atau memberangus kebebasan pers dalam RUU Penyiaran yang ingin
mengatur isi atau konten karya jurnalistik investigatif, jelas akan sangat
melemahkan daya gedor karya jurnalistikyang ideal untuk melakukan fungsi utamanya menjadikontrol. Karena dapat segera
diproyeksikan praktek dari RUU Penyiaran ini kelak -- jika berhasildiberlakukan akan menghambat pula hak publik
untuk mengakses informasi yang baik dengan cara yang baik. Dalam kajian budaya
politik, hasil dari RUU tentang Penyiaran ini dapat dipastikan tidak cuma
menghambat demokrasi, tapi lebih dari itu membuat budaya demokrasi yang sedang
dibangun di Indonesia akan kembali mundur. Ancaman terhadap
pekerja pers ini bisa jauh melibas hal masyarakat untuk mendapatkan informasi
yang baik dan terbaik dari kerja investigasi para insan pers. Padahal,
kualitas(mutu) dari sebuah pemberitaan yang akurat itu hanya mungkin dihasilkan
dengan semangat kerja investigatif reporting para insan pers.
Padahal, hasil kerja
insan pers yang bermutu, tidak hoax hanya mungkin bisa diperoleh dari cara
kerja investigasi insan pers. Begitulah proses revisi UU No. 32 Tahun 2002
tentang penyiaran telah mendapat reaksi keras insan pers di segenap penjuru
tanah air. Selain itu, penyusunan draf RUU Penyiaran ini tidak melibatkan para
pemangku kepentingan, termasuk organisasi wartawan yang menekuni profesi jurnalis
dari berbagai jenis cetak, audiovisual maupun audiotype apalagi bagi media
sosial yang kini telah menjadi primadona berbasis internet sehingga menggeser
media mainstream yang pernah sangat amat berkuasa dan absolut. Celakanya, sejak UU No.
1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi
Elektronik. Sementara Perjanjian
Pandemic Treaty yang digelindingkan WHO (World Healt Organization), menurut
Wati Imhar Burhanudin telah disepakati untuk ditunda atas kekuasaan Tuhan,
seperti Resolusi PBB (United Nation) yang menetapkan pada 15 Maret 2022 Anti
Islamophobia. INB (Intergovernmental
Negotiating Body) suatu komite yang bertugas membuat dokumen perjanjiansecara resmi mengaku gagal membuat kesepakatan
jahat itu. Kegagalan World Health Assembly (WHA) itu, tandas Wati Imhar
Burhanudin yang akan dilaksanakan pada 1 Juni 2024. Padahal, kalau
perjanjian kesepakatan tentang pandemic Treaty itu sampai terjadi, maka ancaman
bagi manusia Indonesia akan semakin tidak bisa berkutik. Termasuk pengekangan
pada kebebasan seluruh warga bangsa Indonesia untuk melakukan inisiatif sendiri
dalam upaya mengobati dirinya sendiri. Dan bagi yang membangkang, bisa
dipenjara dan dikenakan denda yang sangat besar nilainya. Karena itu, tandas
Wati Imhar Burhanudin, aksi menolak WHO dengan seluruh keputusan serta
kebijakan tentang kesehatan yang hendak menjerat bangsa Indonesia harus
ditolak. Termasuk Menteri
Kesehatan RI yang terlibat didalam konspirasi global ini, harus mundur, kata
Wati seperti yang tertulis dengan jelas di spanduk aksi bersama elemen
masyarakat serta insan pers. Sebab Pandemi Treaty bisa menyasar siapapun yang
lengah, termasuk aparat keamanan yang berjajar disepanjang jalan Gatot Subroto
di depan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta ini Dan Sunarty, Ketua
Umum SBSI'92 berjanji akan terus menggelorakan aksi bersama sampai semua
tuntutan rakyat ini berhasil. Karena
itu, dia meneriakkan perlunya semangat kebersamaan seluruh rakyat untuk ikut
menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari ancaman yang sangat membahayakan
ini. (rel/F.Siregar)
0 Comments