Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Jelang Pilkada 2024, Peneliti Edward Aspinal Peringati Masyarakat Indonesia ‘Bahaya Politik Uang’

 

Peneliti dari Australian National University Edward Aspinal (dok. M. Afdal Afrianto/detikSumut).


MAJALAHJURNALIS.Com (Padang) - Menjelang Pilkada serentak yang akan berlangsung pada November 2024 mendatang, peneliti Edward Aspinal memperingati masyarakat Indonesia tentang bahaya politik uang di setiap daerah di Indonesia.
 
Hal tersebut disampaikan Edward dalam diskusi 'Sumbar melawan politik dinasti dan uang' di Universitas Andalas.
 
"Politik uang saat ini semakin mengkristal di Indonesia. Baik itu dari calon yang melakukannya, uang yang diberikan, sampai tingkat penerimaan masyarakat itu sendiri," ujar Edward Aspinal, Jumat (28/6/2024).
 
Edward, yang juga penulis buku 'Democracy for Sale: Elections, Clientelism, and The State in Indonesia' itu juga menyebut saat ini ada tren di tengah masyarakat yang menyebut politik uang adalah sebuah kewajaran. Sehingga dampak itu menurutnya membuat para tokoh politik semakin terbuka melakukan politik uang di tengah masyarakat.
 
"Salah satu hal yang mengagetkan antara Indonesia dan negara lain adalah politik uang disini dilakukan sangat terbuka. Sementara penelitian Indikator juga menemukan bahwa masyarakat menyebut politik uang itu adalah wajar sudah melebihi 50 persen. Berarti sudah menjadi mayoritas," ungkapnya.
 
Edward juga melihat saat ini belum ada upaya serius dari penyelenggara pemilu sampai aparat penegak hukum untuk mengatasi politik uang yang sedang berlangsung di Indonesia.
 
"Saat ini kita jarang sekali melihat adanya calon (politisi) yang ditangkap atau diadili karena membagi uang kepada masyarakat. Sedangkan fenomena ini sangat umum kita temui. Nah kalau ini dibiarkan terus, politik uang semakin masif dan tidak terkendali lagi disetiap daerah di Indonesia," jelasnya.
 
Peneliti dari Australian National University itu juga melihat, saat ini ada tren politik dinasti yang semakin dominan di Indonesia. Para aktornya itu menurutnya tidak memiliki latar belakang yang mumpuni menjadi pemimpin. Sehingga dengan politik uang, dia menjadi politisi dan melanggengkan dinastinya.
 
"Politik dinasti sebenarnya belum tentu selalu buruk. Kadang-kadang orang yang masuk politik berasal dari keluarga politisi karena mengikuti orang tuanya. Namun persoalan di Indonesia, politik dinasti itu dilakukan bukan orang yang memiliki kelebihan atau keterampilan. Tapi karena dia menggunakan uang dan jaringan untuk menjadi politisi," tuturnya.
 
Dampak politik uang dan dinasti ini, Edward mengkhawatirkan. Indonesia akan bernasib sama dengan negara Filipina yang saat ini dipimpin oleh sebagian kecil keluarga.
 
"Ada tanda-tanda Indonesia saat ini akan mengarah ke Filipina dalam politik dinasti. Ini sesuatu di luar dugaan kami juga. Dampak dinasti ini sebenarnya, akan terjadi monopoli politik dan ekonomi di daerah yang mereka kuasai. Dampaknya ini akan mereka gunakan bagi ekonomi keluarganya saja," bebernya.
 
Edward menilai Indonesia ke depan akan kesulitan keluar dalam politik uang dan dinasti. Kalau ingin keluar, menurutnya perlu kerja sama semua unsur.
 
"Kita sulit untuk keluar dalam politik uang dan dinasti. Untuk keluar dari ini tidak mudah dilakukan, butuh upaya oleh semua pihak. Baik pihak penguasa dan masyarakatnya yang memiliki sikap tidak membiarkan politik uang terjadi," tutupnya.
Sumber : detiksumut

Post a Comment

0 Comments