Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Wawancara Khusus Bersama Muhammad Ilham, SS, SH, MH Pengamat Sosial Sumut tentang ‘Perbedaan Sumbangan dengan Pungutan di Sekolah Negeri'

 



Pungutan adalah Penarikan yang bersifat wajib (uang),  tentunya punya sifat mengikat, dengan jumlah yang ditentukan dan dalam waktu yang sudah ditentukan


MAJALAHJURNALIS.Com (Medan) – Memang sulit membedakan Sumbangan dengan Pungutan yang kerap sekali terjadi di Sekolah Negeri di Sumatera Utara khususnya umumnya di Indonesia.
 
Banyak sekolah memanfaatkan situasi dan kondisi tentang keberadaan Komite Sekolah, guna melancarkan misi menciptakan uang masuk diluar dari uang gaji.
 
Sudah tentu korbannya adalah orangtua siswa dengan menggunakan dalil kata Sumbangan sukarela untuk Infaq, Study Tour/Company Visit, Program Indonesia Pintar (PIP) dan masih banyak lainnya.
 
Untuk memahami dari kacamata hukum perbedaan Sumbangan dengan Pungutan yang kerap kali terjadi di sekolah.
 
Dalam hal ini, majalahjurnalis.com berbincang-bincang dengan Muhammad Ilham, SS, SH, MH Pengamat Sosial Sumatera Utara  dan juga Dir Hukum  DPP FIB Sumut saat ditemui di Kantor Lawyer Jalan Asam Kumbang, Medan Sunggal, Rabu (24/7/2024) sore.
 
Wartawan : Assamualaikum, abanganda Ilham. Apakabar? Terlihat santai sekali...
 
Ilham : Baik abangku! Biasalah namaya Lawyer, sibuk terus. Ini kebetulan abang mau datang yach... kita sempati untuk bertemu.
 
Wartawan : Kita masuk kepersoalan yang berkembang akhir-akhir ini, bahwa ada di Sekolah Negeri yang melakukan pungutan uang kepada siswa, tetapi begitu dipermasalahkan mereka berdalil itu adalah sumbangan sukarela. Pertanyaannya, apa bedanya Sumbangan dengan Pungutan?
 
Ilham : Kita sering dibingungkan dengan istilah pungutan dan sumbangan. Pungutan dan sumbangan mempunyai devinisi dan ciri yang jelas berbeda menurut Permendikbud No. 44 tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar. Bagaimana membedakannya?
 
Sumbangan adalah pemberian sukarela dan tidak mengikat berupa Uang yang diperoleh dari anak didik bertujuan untuk memenuhi kekurangan biaya sekolah. Sesuai Pasal 14 Permendikbud No. 44 Tahun 2012.
 
Meski legal, perlu diingat bahwa: “Pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan dana sumbangan dilaporkan dan dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan pendidikan terutama orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan dasar.”
 
Pungutan adalah penarikan yang bersifat wajib (uang),  tentunya punya sifat mengikat, dengan jumlah yang ditentukan dan dalam waktu yang sudah ditentukan.
 
Wartawan : Apa bedanya Sumbangan  dengan Pungutan  di Sekolah?
 
Ilham : Bedanya yakni sumbangan yang bersifat sukarela, sementara pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat.
 
Seperti contoh; sumbangan itu tidak ditentukan nilai uangnya dan digunakan untuk kepentingan yang mendesak. Lalu untuk Pungutan nilai uangnya ditentukan dan berdasarkan jangka waktu yang ditentukan itu jika menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
 
Jadi jika namanya Pungutan Liar (Pungli), dilakukan pungutan tapi tidak memiliki payung hukum yang jelas. Contohnya tidak diatur didalam UU dan pertanggungjawaban keuangannya tidak jelas, seperti pengutipan uang sumbangan sukarela untuk Infaq, Study Tour/ Company Visit, Program Indonesia Pintar (PIP) dan masih banyak lainnya.
 
Wartawan : Apakah Pungutan Liar atau Pungli tergolong Korupsi?
 
Ilham : Ya.... karena Pungutan Liar tidak jelas payung hukumnya. Pungli kerap berkedok kebutuhan pembiayaan sekolah. Pungli adalah salah satu bentuk korupsi. Apabila pungli dilakukan oleh Pegawai Negeri, misalnya guru atau Kepala Sekolah, maka pelaku pungli tersebut dapat dikenai Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
 
Pungli di sekolah juga terjadi karena adanya perilaku koruptif dan boros. Misalnya, ada pungli yang diperuntukkan untuk perayaan ulang tahun sekolah, perpisahan kelas, atau bahkan untuk memberi hadiah untuk guru. Pengeluaran tersebut bukan kebutuhan. Lebih parah lagi, adapula pungutan yang hasilnya digelapkan (tidak jelas untuk apa).
 
Ini semua terjadi karena Minimnya Pengawasan dan Lemahnya Penindakan. Larangannya ada, tetapi tidak ada pihak yang aktif mengawasi. Korban pungli, misalnya orangtua atau siswa, juga enggan melapor karena khawatir ada dampak negatif yang menimpa mereka (didiskriminasi atau dikucilkan).
 
Jadi Pungli itu adalah Korupsi yang harus sama-sama kita brantas. Makanya jika ada ditemukan disalah satu sekolah negeri maka, usut Kepala Dinas Pendidikannya dan Kepala Daerahnya (Bupati, Walikota dan Gubernurnya) agar segera ditindak Kepala Sekolahnya yang telah melakukan Pungli. Walaupun Ia berkilah itu adalah sumbangan sukarela.
 
Saya rasa cukup dulu bincang-bincang kita sore ini. Terimakasih kepada majalahjurnalis.com yang sangat peduli terhadap perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat.
 
Wartawan : Terimakasih kembali buat abangnada Muhammad Ilham atas kesempatan waktunya bincang-bincang dengan majalahjurnalis.com. (TN)

Post a Comment

0 Comments