Gambar
Ilustrasi Penerima Bansos. @Kompas TV
MAJALAHJURNALIS.Com
- Bantuan sosial atau bansos bagi masyarakat
prasejahtera tentu adalah sebuah kabar baik. Hal ini menjadi angin segar bagi
mereka.
Apalagi
bila bansos hadir dalam situasi dimana harga bahan-bahan pokok melambung
tinggi. Hati mereka tentu akan sangat lega mendapatkannya.
Sebab,
kebutuhan dasar untuk beberapa hari ke depan sudah tak perlu diambil pusing.
Namun saat jumlah bansos yang diterima mulai menipis, bagaimana kehidupan
mereka selanjutnya, jika bahan pangan pokok tetap tinggi?
Bantuan Sosial
Menurut Pandangan Islam
Islam
memandang bantuan sosial untuk masyarakat dhuafa sebagai sebuah kewajiban.
Apalagi jika bantuan tersebut berbentuk kebutuhan pokok, seperti uang tunai,
bahan pangan, atau layanan pendidikan dan kesehatan.
Hal
ini bisa kita lihat dalam Al-Qur’an surah Al-Ma’idah. Di sana, Allah Swt
menyeru hamba-Nya untuk saling membantu dengan niat yang baik.
Perlu
diingat bahwa bantuan sosial hanya wajib diberikan kepada orang-orang yang
berhak menerimanya.
Apabila
orang yang mampu secara ekonomi menerima bansos, maka hukumnya menjadi haram.
Dapat diartikan pula bahwa apabila orang mampu tersebut menikmati bansos, maka
ia mengambil dan mengonsumsi barang haram.
Pijakan Hukum Bansos
Memberi
bantuan sosial kepada yang membutuhkan dapat diartikan sebagai kegiatan
tolong-menolong di dalam Islam. Allah SWT menganjurkan umatnya untuk saling
tolong menolong kepada umat manusia tanpa melihat suku, ras, dan agama apa pun.
Hal itu sesuai dengan firman-Nya dalam ayat berikut:
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Ma’idah (5): 2)
Melalui
ayat tersebut, Allah mengajarkan manusia untuk berbuat kebaikan dengan cara
menolong sesama manusia. Pasalnya, perilaku ini akan menjadi fondasi untuk
membangun kerukunan antarumat.
Selain
ayat Al-Qur’an, Nabi Muhammad SAW juga menerangkan kebermanfaatan dari
perbuatan saling tolong-menolong, dalam hal ini memberikan bantuan sosial
kepada mereka yang sedang kesulitan. Hal itu terungkap dalam hadis berikut:
“Dari
Abu Hurairah ia berkata: ‘Rasulullah Saw bersabda: ‘Barang siapa melepaskan
dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di dunia, niscaya
Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa
memberi kelonggaran kepada orang yang susah, niscaya Allah akan memberi
kelonggaran baginya di dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi aib seorang
muslim, niscaya Allah menutupi aib dia di dunia dan di akhirat. Dan Allah
selamanya menolong hamba-Nya, selama hambanya menolong saudaranya’.” (HR.
Muslim)
Melalui
hadis tersebut, Rasulullah mengajarkan manusia untuk saling memberikan
pertolongan di antara mereka. Seseorang yang memberikan bantuan dan berujung
pada meringankan beban orang lain, artinya ia telah menjalankan kebaikan. Tak
hanya itu, ia juga akan mendapatkan pertolongan dari Allah atas semua
masalahnya. Dan Allah akan menyelamatkan orang itu dari beragam kesusahan yang menyinggahi
hidupnya, baik itu di dunia maupun di akhirat. Seperti yang telah Allah
firmankan dalam Al-Qur’an surah Muhammad berikut:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ
“Hai
orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad (47): 7)
Sistem Bansos dalam
Islam
Bagi
sistem ekonomi Islam, peranan pemerintah terhadap perekonomian warganya
sangatlah penting. Peran tersebut antara lain seperti mengatur sistem
distribusi kekayaan individu dan masyarakat, pengelolaan sumber daya alam,
hingga mengintegrasikan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Islam,
pemerintah yang baik adalah pemerintah yang fokus pada kesejahteraan
masyarakatnya secara adil dan merata. Salah satu indikator pemerintah yang baik
adalah pemerintah yang memberikan jaminan kepada seluruh masyarat untuk bisa
memenuhi kebutuhan dasar.
Pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat telah dicontohkan oleh Rasulullah. Pada zamannya,
Rasul memberikan bantuan sosial kepada masyarakat melalui Baitulmal, rumah atau
wadah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta yang akan diberikan kepada
masyarakat dhuafa dalam bentuk bantuan sosial. Bantuan pun tak hanya diberikan
dalam bentuk materi, tetapi juga bantuan seperti menyediakan lapangan pekerjaan
bagi yang mampu bekerja.
Bentuk
bansos di setiap zaman pun terus berkembang. Mulai dari zaman Nabi Saw, zaman
khalifah, hingga zaman sekarang. Perkembangan tersebut bisa dilihat dari
sistem, penerima, hingga muncul berbagai bentuk program bansos seperti hari
ini. Ini menunjukkan bahwa bansos fleksibel menyesuaikan dengan era yang sedang
berlangsung. Hal ini tidak bertentangan dengan prinsip Islam, karena Islam
hanya memberikan konsep mendasar saja.
Meski
begitu, ada satu hal yang masih relevan di zaman Nabi Saw dan perlu dicontoh
oleh para pemegang kekuasaan di era sekarang, yakni pembentukan lembaga khusus
yang bertugas mengawasi bansos. Lembaga tersebut bertanggung jawab untuk mengatur,
mendata, hingga mendistribusikan langsung bansos. Pengawasan bantuan sosial di
zaman Rasulullah Saw dan para khalifah dilakukan oleh pemerintah guna
menghindari kezaliman, sehingga kesejahteraan masyarakat bisa tercapai.
Dalam
konteks bansos di Indonesia, pemerintah bertanggung jawab untuk bertindak
secara benar dan aman. Kerusakan atau kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan
pemerintah juga merupakan tanggung jawab mereka terhadap masyarakat luas.
Pemerintah punya kuasa atas wilayah yang dipimpin, sehingga mereka wajib
melakukan yang terbaik untuk melindungi masyarakat, seperti yang telah Allah
firmankan dalam Al-Qur’an surah Al-Muddattsir berikut:
كُلُّ
نَفْسٍۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ
“Tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatsir (74):
38)
Indikator Masyarakat
Miskin dalam Islam
Telah
jelas di awal bahwa bantuan sosial hanya diberikan kepada mereka yang
membutuhkan, yakni fakir dan miskin. Allah Swt juga telah memberikan petunjuk
tentang indikator masyarakat yang dapat dikatakan miskin lewat Al-Qur’an,
seperti berikut:
“Sesungguhnya
kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak akan telanjang. Dan
sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas
matahari di dalamnya.” (QS. Thaha (20): 118-119)
Melalui
ayat tersebut, dapat diartikan bahwa seseorang yang disebut miskin adalah
mereka yang dihadapkan dengan kesulitan untuk bisa mendapatkan kebutuhan dasar,
sandang dan pangan. Sementara, kemiskinan dalam pandangan Islam adalah tentang
upaya mereka orang-orang yang kaya untuk merawat, membela, dan melindungi orang
miskin.
Bansos Bukan Hanya
Soal “Memberi”, Tetapi Juga Memberdayakan
Dalam
pandangan Islam, perlu digarisbawahi bahwa bantuan sosial bukan hanya soal
memberi uang tunai dan bahan pokok. Lebih jauh dari itu, Rasulullah Saw telah
mengajarkan bahwa memberikan bantuan sosial kepada masyarakat dhuafa juga soal
membantu mereka mandiri dan berdaya. Sehingga, kehidupan mereka bisa menjadi
lebih baik, lebih mandiri, dan akhirnya dapat berkontribusi dalam membangun
kehidupan keluarga dan masyarakat setempat.
Di
zamannya, Rasulallah Saw telah mencontohkan pengikutnya untuk membangun
kepedulian terhadap sesama, terutama kepada mereka yang lemah secara ekonomi.
“Dari
Annas bin Malik bahwa seorang laki-laki dari kalangan Anshar datang kepada Nabi
Saw meminta kepada beliau, kemudian beliau bertanya: ‘Apakah di rumahmu
terdapat sesuatu?’
Ia
berkata: ‘Ya, alas pelana yang kami pakai sebagianya dan kami hamparkan
sebagianya, serta gelas besar yang kami gunakan untuk minum air.’
Beliau
berkata: ‘Bawalah keduanya kepadaku.’ Annas berkata: ‘Kemudian ia membawanya
kepada Nabi, lalu beliau mengambil dengan tangannya dan berkata: ‘Siapakah yang
mau membeli kedua barang ini?’ Seorang laki-laki berkata: ‘Saya membelinya
dengan satu dirham.’
Beliau
berkata: ‘Siapa yang menambah lebih dari satu dirham?’ Beliau mengatakanya dua
atau tiga kali. Seorang laki-laki berkata: ‘Saya membelinya dua dirham.’
Kemudian beliau memberikanya kepada orang tersebut, dan mengambil uang dua
dirham.
Beliau
memberikan uang tersebut kepada orang Anshar tersebut dan berkata: ‘Belilah
makanan dengan satu dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah
kapak kemudian bawalah kepadaku.’
Kemudian
orang tersebut membawanya kepada beliau, lalu Rasulallah SAW mengikatkan kayu
pada kapak tersebut denga tangannya kemudian berkata kepadanya: ‘Pergilah
kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu selama lima
belas hari.’
Kemudian
orang tersebut pergi dan mencari kayu serta menjualnya, lalu datang dan ia
telah memperoleh uang sepuluh dirham. Kemudian ia membeli pakaian dengan
sebagiannya dan makanan dengan sebagiannya.
Kemudian
Rasulullah bersabda: ‘Ini lebih baik bagimu daripada sikap meminta-minta datang
sebagai noktah di wajahmu pada hari kiamat. Sesungguhnya sikap meminta-minta
tidak layak kecuali tiga orang, yaitu fakir dan miskin, atau orang yang
memiliki utang sangat berat, atau orang yang menanggung diyah, dan ia tidak
mampu membayarnya’.” (HR. Abu Dawud)
Hal
yang bisa kita petik dari hadis di atas adalah Nabi Saw mengupayakan
pemberdayaan dengan menjadikan orang miskin dari kalangan Anshar memiliki
keahlian, dalam hal ini berdagang kayu. Dengan keahliannya, ia bisa memiliki
kehidupan jauh lebih baik dan terlepas dari kemiskinan. Model pemberdayaan yang
dilakukan Rasul adalah dengan memaksimalkan potensi orang tersebut. Hal ini
juga telah diterapkan oleh Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan yang
berkhidmat pada kesejahteraan masyarakat dhuafa.
Di
era ini, kemiskinan di Indonesia masih terus menjadi perhatian. Oleh karena
itu, pemberdayaan masyarakat dhuafa mutlak untuk terus dilakukan. Berhenti
melakukannya sama dengan membiarkan kemiskinan terus tumbuh. Ini bukan hanya
menjadi tugas pemerintah, tetapi semua orang yang berdaya punya kewajiban untuk
memberdayakan orang-orang lemah di sekitarnya. Orang yang melakukan
pemberdayaan kepada masyarakat lemah berarti telah mengaplikasikan sikap peduli
yang menjadi bagian penting dari ajaran Islam.
Sumber : Dompet Duafa
0 Comments