Tanpa ada pengawasan yang jelas, baik dari Dinas Pendidikan maupun dari Inspektorat, karena modusnya adalah pembelajaran buat anak-anak agar terbiasa menabung
MAJALAHJURNALIS.Com –
Fenome yang kerap terjadi di sekolah Negeri dan Swasta adalah persoalan
pertanggungjawaban terhadap Uang Kas Kelas yang dipercaya kepada Bendahara
kelas yaitu siswa itu sendiri. Selain tidak memiliki payung hukum
yang jelas, juga lemah dalam pengawasan maupun pertanggungjawabannya, sebab
hanya diawasi oleh pihak wali kelas saja. Apalagi menjelang pembagian rapot
semester dan naik-naikan kelas, uang kas kelas selalu tak bertuan alias tak
jelas sehingga berpeluang terhadap menyalah-gunakan keuangan, timbul saling
tuding tetapi hanya berkata-kata didalam hati saja, pabila keluar dari bibir,
maka kemungkinan mendapat tekanan atau ancaman dari pihak wali kelas untuk ‘tidak
naik kelas’. Hasil survei penulis dibeberapa
sekolah di Sumatera Utara, selalu bermasalah maaf katanya kebanyakan di Sekolah
Negeri. Kita tidak tau, mengapa hal itu terjadi. Tetapi ada saja orangtua siswa
yang mengeluh terhadap persoalan yang muncul. Uang Kas Kelas tersebutada yang dikutip setiap hari dan ada juga dikutip
seminggu sekali, tergantung kesepakatan bersama didalam kelas dengan wali
kelasnya. Memang jika dilihat sepele, tetapi
kalau dikumpulkan selama 1 semester dikali dengan jumlah siswa diruangan kelas
tersebut dengan uang iuran per-siswa, maka nilai rupiahnya dapat menjadi
jutaaan ataupun puluhan juta rupiah. Inilah yang menjadi dilema buat
orangtua siswa, Maaf katanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Kejaksaan dan
Kepolisian dapat mengungkap Tindak Pidana Korupsi, tetapi tidak mampu untuk menelusuri
Pungutan Liar (Pungli) di sekolah yang berbau dengan kutipan (Pungutan) yang
terorganisir setiap harinya, maupun setiap bulannya dengan dalil mendidik anak
agar terbiasa menabung. Mengapa hal terjadi? Karena sekolah
adalah tempat pembelajaran atau tempat menimba ilmu pengetahuan. Tetapi sisi
lemahnya, uang yang dikumpulkan tersebut, tidak jelas rimbanya, bahkan ada kemungkinan untuk
kepentingan guru tersebut dengan dalil, “Mari Ibu/Bapak Simpan. Biar Tak
Hilang!”. Program itu baik, jika dilaksanakan
yang sebenar-benarnya, akan tetapi demi menjaga kecemasan orangtua siswa,
hendaknya memiliki payung hukum yang jelas, sebab program ini memiliki peluang
korupsi sangat besar, karena tanpa ada pengawasan yang jelas, baik dari Dinas
Pendidikan maupun dari Inspektorat, karena modusnya adalah pembelajaran buat
anak-anak agar terbiasa menabung. Akan tetapi, sisi lemahnya adalah
memberi peluang sebesar-besarnya bagi wali kelas untuk melakukan pembajakan
terhadap uang kas kelas ataupun pengeluaran yang dimark-up atau diada-adakan
tanpa jelas pertanggungjawabannya, sehingga telah terjadi teori pembusukan. Secara
tidak langsung menanamkan benih pendidikan keuangan yang salah kepada siswa
tersebut. Begitu siswa itu tamat dan bekerja,
maka hal serupa kemungkinan bakal terjadi ditempat ia bekerja, karena metode
salah tersebut secara tidak langsung tertanam didalam diri mereka. Seharusnya, Dinas Pendidikan dan
Inspektorat maupun pihak-pihak lain, jelaskan dulu payung hukumnya, jika salah
maka melarang ataupun mengawasi secara langsung, sebab ini berimbas pada etika
dan aklak anak itu sendiri, apabila ia melihat penomena jelek dihadapkan
terhadap yang ia lihat dan rasakan selama ini, maka akan berimbas pada
perbuatannya dikemudian hari. Perlu kita evaluasi. Apakah program
yang dilakukan didalam kelas katanya untuk uang praktek maupun kebutuhan
didalam kelas. Nyatanya tidak semuanya dibenarkan, Toh ada juga siswa dikutip
untuk uang praktek diluar dari uang iuran kelas. Lho...koq bisa. Program semacam
ini perlu dievaluasi karena lebih banyak sisi negatifnya dari pada positifnya,
sebab program ini lemah dari segala hal, menyebabkan berpeluang sisi negatifnya
lebih besar.@ (Pemulis adalah Pemerhati Pendidikan di Sumatera Utara, juga Pemred majalahjurnalis.com dan Sekretaris Umum Dewan Pengurus Wilayah Persaudaraan Pelerka Muslim Indonesia 'DPW PPMI" Provinsi Sumatera Utara)
0 Comments