Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid.
(CNN Indonesia/Arief Bimaputra)
MAJALAHJURNALIS.Com (Jakarta)
- Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menilai bahwa aturan
ambang batas syarat pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen yang
diatur UU Pemilu merupakan pasal yang masuk dalam kategori kebijakan hukum
terbuka yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang (open legal policy).
Menurut Jazilul, dengan status itu,
aturan ambang batas presiden mestinya harus melalui revisi undang-undang di
DPR. Hal itu diungkap Jazilul saat dimintai tanggapan terkait putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) yang menyatakan pasal presidential threshold inkonstitusional.
"Pasal ini tersebut termasuk
dalam open legal policy, yang mestinya DPR dan pemerintah yang akan menyusun
kembali norma dalam revisi UU Pemilu," kata Jazilul saat dihubungi, Jumat (3/1/2025).
Menurut dia, keputusan MK yang baru
saja menghapus aturan tersebut menjadi kado tahun baru. Dia memaklumi jika
vonis MK itu kini menuai polemik dan kontroversi.
Menurut Jazilul, pihaknya akan segera menentukan
langkah menindaklanjuti putusan tersebut. Namun, PKB menurut dia masih akan
melihat dinamika di DPR dan pemerintah selaku penyusun undang-undang.
"Kami akan menyusun langkah
sekaligus menunggu perkembangan dinamika dari lembaga pembentuk UU pasca MK
mengeluarkan putusan tersebut. Pastinya akan berkonsekuensi pada revisi UU
Pemilu yang ada," katanya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB,
Indrajaya mengusulkan agar proses pendaftaran partai politik kini harus
diperketat. Menurut dia, hal itu penting agar jumlah pasangan calon presiden
tetap dibatasi.
Menurut Indra, pembatasan juga bisa
dilakukan misalnya dengan memberikan aturan lewat revisi Pemilu agar partai
yang bisa mengusung calon presiden adalah partai yang lolos parlemen.
"Bisa juga misalkan ada konvensi
internal atau antar partai, dan pembatasan pilpres satu putaran atau dua
putaran seperti di Pilkada DKI," kata Indra.
Keputusan MK tentang penghapusan
presidential threshold itu dalam perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan
dalam sidang putusan, Kamis (2/1/2025).
MK mengabulkan gugatan yang
dilayangkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq,
dan Tsalis Khoriul Fatna.
Dengan putusan itu, setiap partai
politik memungkinkan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Namun, untuk mencegah jumlah pasangan
calon presiden yang terlalu banyak, MK merekomendasikan rekayasa
konstitusional, salah satunya meminta agar partai bergabung dalam koalisi
selama gabungan koalisi itu tak mendominasi.
Sumber : CNN Indonesia
0 Comments