MAJALAHJURNALIS.Com -
Baru-baru ini, Selasa, 17 Desember 2024 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan
putusan penting yang menjadi perhatian luas, khususnya di kalangan praktisi
Notaris dan/atau PPAT. Putusan ini berkaitan dengan batas usia maksimal jabatan
notaris, yang sebelumnya diatur hingga 65 tahun dan dapat diperpanjang hingga
67 tahun, kini diperpanjang hingga 70 tahun dengan syarat pemeriksaan kesehatan
tahunan. Putusan ini dikeluarkan oleh MK
melalui Amar Putusan No. 84/PUU-XXII/2024, di mana MK menyatakan bahwa
ketentuan batas usia maksimal notaris dalam Pasal 8 ayat (2) UU No. 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2014
bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai sebagai berikut: ketentuan
umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai
berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan, dan dapat
diperpanjang kembali setiap tahun sampai berumur 70 tahun dengan mempertimbangkan
kesehatan yang bersangkutan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang dilakukan
secara berkala setiap tahun pada rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri yang
menangani urusan di bidang hukum. Dengan putusan ini, notaris yang mencapai
usia 65 tahun tetap bisa melanjutkan jabatannya hingga usia maksimal 70 tahun,
asalkan memenuhi syarat pemeriksaan kesehatan tahunan di rumah sakit pemerintah
atau rumah sakit yang ditunjuk oleh Kementerian Hukum. Namun, meskipun putusan ini sudah
bersifat final dan mengikat, implementasinya membutuhkan peraturan teknis lebih
lanjut. Tanpa revisi terhadap UU Jabatan Notaris atau peraturan pelaksana dari
Kementerian Hukum, ada potensi kebingungan di lapangan, terutama bagi notaris
yang segera memasuki usia pensiun. Menariknya, dalam waktu yang hampir
bersamaan, MK pada tahun lalu pernah mengeluarkan putusan kontroversial terkait
syarat batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Putusan MK
No. 90/PUU-XXI/2023 menambahkan norma baru bahwa syarat usia minimal capres dan
cawapres adalah 40 tahun atau pernah menjabat sebagai kepala daerah. Berbeda
dengan putusan tentang notaris, putusan ini dapat langsung diimplementasikan
tanpa menunggu revisi UU Pemilu atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, putusan tersebut
berlaku serta-merta karena situasi dianggap mendesak, mengingat pendaftaran
capres-cawapres tidak bisa ditunda. Dalam kasus capres-cawapres, urgensi
politik menjadi alasan utama. Pendaftaran capres-cawapres memiliki tenggat
waktu yang tidak bisa diubah, sehingga implementasi putusan MK dianggap
mendesak demi menjaga kepastian pelaksanaan Pemilu 2024. Sebaliknya, dalam
kasus notaris, meskipun profesi ini berkaitan langsung dengan layanan publik dan
kepastian hukum, urgensi serupa tampaknya tidak diakui. Jika peraturan pelaksana terkait
putusan batas usia notaris tidak segera diterbitkan, ada risiko munculnya
kekosongan hukum. Notaris yang mencapai usia 67 tahun mungkin bingung apakah
mereka bisa langsung memperpanjang masa jabatan hingga 70 tahun atau harus
menunggu aturan teknis dari Kementerian Hukum. Kondisi ini bisa berdampak pada
layanan hukum yang diberikan notaris kepada masyarakat. Sebaliknya, pada kasus
capres-cawapres, risiko kekosongan hukum dihindari dengan langsung
memberlakukan putusan MK tanpa menunggu revisi regulasi. Hal ini menunjukkan
adanya perlakuan yang berbeda terhadap dua putusan MK yang sama-sama bersifat
final dan mengikat. Putusan MK memang bersifat final dan
mengikat sejak dibacakan, tetapi implementasinya bisa berbeda tergantung pada
situasi dan interpretasi urgensi. Kasus ini menunjukkan bahwa kepastian hukum
di Indonesia masih bersifat dinamis, di mana penerapan putusan MK bisa
dipengaruhi oleh konteks politik dan administratif. Sebagai akademisi dan praktisi hukum,
penting bagi kita untuk mendorong adanya standar yang lebih jelas tentang kapan
putusan MK bisa langsung berlaku dan kapan membutuhkan revisi regulasi.
Perlakuan yang setara terhadap semua profesi hukum, termasuk notaris, harus
menjadi perhatian utama. Jika putusan MK soal capres-cawapres bisa langsung
berlaku demi menjaga kepastian politik, maka putusan MK soal usia notaris juga
seharusnya bisa langsung diterapkan demi menjaga kepastian hukum dan layanan publik. Putusan MK tentang batas usia notaris
hingga 70 tahun memberikan harapan baru bagi notaris senior untuk tetap
berkontribusi dalam memberikan layanan hukum. Namun, tanpa adanya regulasi
pelaksana yang jelas, ada risiko ketidakpastian di lapangan. Di sisi lain,
putusan MK soal usia capres-cawapres menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu,
putusan MK bisa langsung diimplementasikan tanpa menunggu revisi regulasi.
Kepastian hukum memang bersifat dinamis, tetapi harus tetap menjamin perlakuan
yang adil dan setara bagi semua pihak. Dalam konteks ini, peran pemerintah dan
DPR sangat penting untuk segera menindaklanjuti putusan MK dengan regulasi yang
tepat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan dapat terwujud dengan baik. (Penulis
berprofesi sebagai Notaris, PPAT, Dosen)
0 Comments