Ticker

7/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Apakah Kebebasan Pers di Indonesia sudah Merdeka?

 Oleh : Thamrin BA


MAJALAHJURNALIS.Com Dalam memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2025 tanggal 9 Februari 2025. Apakah Insan Pers dalam melaksanakan aktivitasnya sudah mendapatkan Kemerdekaan sesuai yang diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang PERS Nomor: 40 Tahun 1999? ‘Yes Or No Question’.
 
Coba kita simak lirik lantunan lagu Ebiet G Ade dengan judul “Berita Kepada Kawan”. Didalam lantunan lagu tersebut terdengar bahasa; “Coba Kita Bertanya Pada Rumput Yang Bergoyang”, inilah suatu pandangan yang belum kita pahami jawabannya itu apa!
 
Jika kita mengacu pada UU PERS, maka seluruh Wartawan, Perusahaan Pers memiliki kedudukan yang sama dimata hukum, tetapi ketika sedang melaksanakan aktivitasnya dalam memburu informasi (berita), maka muncullah perbedaan yang mencolok dengan memblok-blok keberadaan wartawan maupun perusahaan pers-nya. Apakah sudah ini dan sudah itu. Lalu dimana Kemerdekaan itu berada? Jawabnya tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, itu kata Ebiet G Ade.
 
Didalam UU PERS menjelaskan, bahwa Wartawan dan Perusahaan Pers bebas memilih Organisasi PERS, tetapi faktanya koq beda. Disaat melakukan liputan, selalu saja ada penjilat pemerintah maupun instansi lainnya mempertanyakan jika tidak terdaftar di sini atau disitu, maka jawabnya; “Maaf” Pemerintah hanya mengakui Organisasi ini dan Wadahnya itu. Lalu dimana Kemerdekaan itu? Padahal mendirikan Perusahaan Pers dan Organisasi Pers, syaratnya adalah memiliki Badan Hukum yang dikeluarkan oleh Menkumham (Kementrian Hukum dan Ham). Lalu dimana salahnya lagi?
 
Saat bagi-bagi kue pun, sesama insan pers juga diblok-blok. Apakah wartawannya sudah lolos mengikuti ini dan itu? Jika belum “Maaf”. Pertanyaannya lagi, dimana Kemerdekaan Pers itu? Nol besar.
 
Kita tak usah berbicara wartawan yang kena hujat atau teraniaya oleh segilitir orang dengan dalil pemberitaan sampai pada penganiayaan dan dipenjara gegara laporan seseorang, padahal wartawan itu bukan preman dan bukan juga penjahat, mereka cuma menjalankan profesinya sebagai Wartawan, karena terancam terhadap pemberitaan itu, lalu dikenakan pasal di KUHPidana (dikriminalisasi). Belum itu saja, masih banyak kuli tinta yang menjerit terhadap oknum-oknum yang cari muka seperti itu. Lalu apa artinya UU PERS buat Insan Pers? Jawab saja sendiri dan artikan sendiri.
 
Di Hari Pers Nasional (HPN) 2025 tanggal 9 Februari 2025, mari kita bangun pradigma baru dengan mengedepankan semboyan kita “Salam Satu Pena”.
 
Siapapun kita dimanapun kita menulis dan dimanapun organisasi kita, bahwa sejujurnya kita adalah “Insan Pers” sesuai UU PERS. Jangan pernah mau dikotak-kotakkan hanya gegara recehan.
 
Kita adalah pengawas sosial yang melakukan Fungsi Sosial Kontrol melalui tulisan, maka sudah saatnya kita duduk bersama, bermusyarawarah dengan melibatkan semua pihak dengan mengambil keputusan bersama, jangan hanya berdasarkan kelompok-kelompok tertentu saja.
 
Jawaban dari rangkain tulisan ini, bahwa Kebebasan Pers masih terbelenggu dan Kemerdekaan Pers itu masih jauh dari mimpi. Insan Pers yang berada jauh dari Ibu Kota Negara berharap agar Insan Pers kedepannya jangan mau dibeda-bedakan lagi.
 
Seluruh instansi yang ada di Bumi Pertiwi ini sudah seharusnya merangkul Insan Pers tanpa pilih kasih. Jangan tanamkan adanya perbedaan di dunia ini.!!! 

Bravo Hari Pers Nasional (HPN). (Penulis adalah Pemimpin Redaksi majalahjurnalis.com dan Sekretaris Umum DPW PPMI Sumatera Utara, juga Sekretaris DPW APPI (Asosiasi Pengusaha Pers) Sumatera Utara).

Post a Comment

0 Comments