Kebun
sawit yang dikelola oleh KTH KPLS yang sudah produktif seluas 600 Hektar
artinya sudah menghasilkan buah atau produksi buah dan sementara 329 hektar masih
penanaman, bahwa kalau kita hitung pendapatan Kelompok Tani tersebut dari yang
600 Ha dapat panen sebanyak 30 ton perhari (30.000 kg x Rp.2,400=
Rp.72.000.000/hari
MAJALAHJURNALIS.Com (Labura)
– Kebun sawit 929 Ha dengan SK KEMENLHK No; 8112/MENLHK.PSKL/PSL.09/2019
di Desa Air Hitam Kecamatan Kualuh Leidong Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura)
dikelola Kelompok Tani Hutan (KTH) Karya Prima Leidong Sejahtera (KPLS) menuai
kejanggalan dalam keuangannya. Hal itu terungkap adanya salah seorang
anggota KTH KPLS berinisial KA mengadukan prihal tersebut ke Organisasi Pers DPC
PWDPI (Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia) Kabupaten
Labuhanbatu Utara (Labura), Senin (21/4/2025) di Sekretariat Jalan Sukarame
Lingkungan V Aek Kanopan Timur Kecamatan Kualuh Hulu. KA menandatangai Surat Pernyataan dan Kuasa
Pendampingan serta penuntutan haknya selaku anggota sampai ke instansi terkait. Didampingi M. Idris Ketua DPC PWDPI Labura,
KA memberikan Konferensi Pers, “Bahwa keberadaan dari KTH KPLS banyak menyimpan
misteri, karena sudah beberapa tahun kelompok ini berdiri tetapi belum pernah
dilakukan rapat terkait Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Bahkan hasil dari kebun sawit diduga
menjadi keuntungan perorangan atau pengurus. Sebab sejak berdirinya kelompok
ini belum pernah dilakukan rapat bagi hasil usaha dari kebun sawit yang
sebelumnya prinsipnya kolektif kolegial yang artinya sekumpulan pribadi yang
bekerja sama untuk tujuan tertentu tanpa adanya hierarki dan berhubungan dengan
hubungan persahabatan antara rekan kerja yang bekerja sama. Kebun sawit yang dikelola oleh KTH
KPLS yang sudah produktif seluas 600 Hektar artinya sudah menghasilkan buah
atau produksi buah dan sementara 329 hektar masih penanaman, bahwa kalau kita
hitung pendapatan Kelompok Tani tersebut dari yang 600 Ha dapat panen sebanyak
30 ton perhari (30.000 kg x Rp. 2,400= Rp.72.000.000/hari. Bahkan pada harga kelapa sawit pernah
mencapai Rp. 2.800/kg sebesar Rp 84.000 perharinya sehingga perbulannya dapat
panen sawit 10 Kali rata rata 60 Ha perhari maka penghasilan mencapai ±Rp.720.000.000.-840.000.000/hari
padahal kepada anggota tidak pernah diberikan Sisa Hasil Usaha, hanya tali
kasih sebesar Rp. 40.000-Rp 100.000 dan paling anehnya beberapa perangkat Desa
Air hitam ikut didalam keanggotaan walau tidak pernah ikut kerja”, jelas KA
anggota KTH KPLS. Diminta kepada Kapolres Labuhanbatu,
Kepala Kejaksaan Negeri Rantau Prapat dan instansi terkait agar segera
memanggil dan mengaudit Ketua KTH KPLS dan Kepala Desa Air Hitam terkait,
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan yang paling Utama terkait keuangannya
selama ini. Patut juga dicurigai bagaimana bisa
kelompok tani mendapatkan tanah seluas 929 Hektar yang sudah berpenghasilan
Tanaman sawit seluas 600 Hektar. Dasar hukumnya hibah tanah yang berisi tanaman
kelapa sawit yang sudah produksi kepada Kelompok Tani dari siapa dengan dasar
apa? Terus konsekwensi apa? KA mencurigai, bahwa warga yang
terdaftar ±186 orang pada daftar anggota kelompok tani hanya dijadikan Tameng,
agar pihak perusahaan atau pihak lain dapat menguasai tanah seluas relatip
luas. Jangan-jangan tak terlepas campur
tangan perusahaan yang dulunya bagian dari Perusahaan PT Sawita Estate dan
berjalannya waktu lama-lama sudah seolah-olah menjadi milik pribadi ketua
kelompok dan pihak lain. DPC PWDPI Labura akan melaporkan hal
ini ke Polda Sumatera Utara bahkan akan menyurati Presiden Republik Indonesia Prabowo
Subianto dan juga Menteri Kehutanan kalau hal ini tidak ditindaklanjuti oleh
Aparat Penegak Hukum (APH) yang ada di Labura dan Polres Labuhanbatu serta Kejari
Rantau Prapat karena sangat menuai polimik siapa dibalik permainan ini dan
sesuai pengakuan salah seorang kelompok tani tidak pernah adanya penyuluhan
dari PPL atau Dinas Perkebunan, terus apa masukannnya kepada Negara atau
Pendapatan Asli Desa? “Usut tuntas sampai ke akar-akarnya
pihak–pihak yang terlibat dalam permainan KTH KPLS mulai dari Pihak KEMENLHK
selaku pemberi surat Keputusan berdirinya KTH KPLS, Kepala Desa Air Hitam
sebagai pemberi rekomundasi lokasi terbentuknya Kelompok Tani yang sudah 6
tahun beroperasi”, tegas M. Idris. (AR)
0 Comments